Terimakasih atas kunjungan teman" di blog saya. http://info-harianku.blogspot.com/ di ciptakan hanya untuk arsip berita pribadi. apabila dalam blog terdapat kekurangan / kesalahan, mohon kiranya beri kritik dan saran. terimakasih.

Sunday, 21 December 2014


Kisah Suami Istri yang Mengharukan. “Maafkan aku istriku, aku sungguh bodoh dan tidak menyadari bahwa ternyata sebegitu dalamnya cintamu buat aku. Sehingga walau aku telah menyakitimu dan berniat menceraikanmu sekalipun, kamu masih tetap mau membawa serta diriku bersamamu dalam keadaan apapun…”. Bagaimanakah kisah selengkapnya…???
Silakan langsung kamu simak saja Kisah Inspiratif, Kisah Cinta Suami Istri Mengharukan berikut ini.
Semuanya berawal dari sebuah rumah mewah di pinggiran desa, yg mana hiduplah disana sepasang suami istri, sebut saja Pak Andre dan Bu Rina.
Pak Andre adalah anak tunggal keturunan orang terpandang di desa itu, sedangkan Bu Rina adalah anak orang biasa. Namun demikian kedua orang tua Pak Andre, sangat menyayangi menantu satu-satunya itu. Karena selain rajin, patuh dan taat beribadah, Bu Rina juga sudah tidak punya saudara dan orang tua lagi. Mereka semua menjadi salah satu korban gempa beberapa tahun yg lalu.
Pesan Sponsor
Sekilas orang memandang, mereka adalah pasangan yg sangat harmonis. Para tetangganya pun tahu bagaimana mereka dulu merintis usaha dari kecil untuk mencapai kehidupan mapan seperti sekarang ini. Sayangnya, pasangan itu belum lengkap.
Dalam kurun waktu sepuluh tahun usia pernikahannya, mereka belum juga dikaruniai seorang anakpun. Akibatnya Pak Andre putus asa hingga walau masih sangat cinta, dia berniat untuk menceraikan sang istri, yg dianggabnya tidak mampu memberikan keturunan sebagai penerus generasi. Setelah melalui perdebatan sengit, dengan sangat sedih dan duka yg mendalam, akhirnya Bu Rina pun menyerah pada keputusan suaminya untuk tetap bercerai.
Sambil menahan perasaan yg tidak menentu, suami istri itupun menyampaikan rencana perceraian tersebut kepada orang tuanya. Orang tuanya pun menentang keras, sangat tidak setuju, tapi tampaknya keputusan Pak Andre sudah bulat. Dia tetap akan menceraikan Bu Rina.
Setelah berdebat cukup lama dan alot, akhirnya dengan berat hati kedua orang tua itu menyetujui perceraian tersebut dengan satu syarat, yaitu agar perceraian itu juga diselenggarakan dalam sebuah pesta yg sama besar seperti besarnya pesta saat mereka menikah dulu.
Karena tak ingin mengecewakan kedua orang tuanya, maka persyaratan itu pun disetujui.
Beberapa hari kemudian, pesta diselenggarakan. Saya berani sumpah bahwa itu adalah sebuah pesta yg sangat tidak membahagiakan bagi siapapun yg hadir. Pak Andre nampak tertekan, stres dan terus menenggak minuman beralkohol sampai mabuk dan sempoyongan. Sementara Bu Rina tampak terus melamun dan sesekali mengusap air mata nelangsa di pipinya.
Di sela mabuknya itu tiba-tiba Pak Andre berdiri tegap dan berkata lantang,
“Istriku, saat kamu pergi nanti… ambil saja dan bawalah serta semua barang berharga atau apapun itu yg kamu suka dan kamu sayangi selama ini..!”
Setelah berkata demikian, tak lama kemudian ia semakin mabuk dan akhirnya tak sadarkan diri.
Keesokan harinya, seusai pesta, Pak Andre terbangun dengan kepala yg masih berdenyut-denyut berat. Dia merasa asing dengan keadaan disekelilingnya, tak banyak yg dikenalnya kecuali satu. Rina istrinya, yg masih sangat ia cintai, sosok yg selama bertahun-tahun ini menemani hidupnya.
Maka, dia pun lalu bertanya,
“Ada dimakah aku..? Sepertinya ini bukan kamar kita..? Apakah aku masih mabuk dan bermimpi..? Tolong jelaskan…”
Bu Rina pun lalu menatap suaminya penuh cinta, dan dengan mata berkaca dia menjawab,
“Suamiku… ini dirumah peninggalan orang tuaku, dan mereka itu para tetangga. Kemaren kamu bilang di depan semua orang bahwa aku boleh membawa apa saja yg aku mau dan aku sayangi. Dan perlu kamu tahu, di dunia ini tidak ada satu barangpun yg berharga dan aku cintai dengan sepenuh hati kecuali kamu. Karena itulah kamu sekarang kubawa serta kemanapun aku pergi. Ingat, kamu sudah berjanji dalam pesta itu..!”
Dengan perasaan terkejut setelah tertegun sejenak dan sesaat tersadar, Pak Andre pun lalu bangun dan kemudian memeluk istrinya erat dan cukup lama sambil terdiam. Bu Rina pun hanya bisa pasrah tanpa mampu membalas pelukannya. Ia biarkan kedua tangannya tetap lemas, lurus sejajar dengan tubuh kurusnya.
“Maafkan aku istriku, aku sungguh bodoh dan tidak menyadari bahwa ternyata sebegitu dalamnya cintamu buat aku. Sehingga walau aku telah menyakitimu dan berniat menceraikanmu sekalipun, kamu masih tetap mau membawa serta diriku bersamamu dalam keadaan apapun…”
Kedua suami istri itupun akhirnya ikhlas berpelukan dan saling bertangisan melampiaskan penyesalannya masing-masing. Mereka akhirnya mengikat janji (lagi) berdua untuk tetap saling mencintai hingga ajal memisahkannya.
Yup… till death do apart..! Subhanallah…#.#.#

Kesimpulan Cerita Kisah Suami Istri yang Mengharukan
Tujuan utama dari sebuah pernikahan itu bukan hanya untuk menghasilkan keturunan, meski diakui mendapatkan buah hati itu adalah dambaan setiap pasangan suami istri, tapi sebenarnya masih banyak hal-hal lain yg juga perlu diselami dalam hidup berumah-tangga.
Untuk itu rasanya kita perlu menyegarkan kembali tujuan kita dalam menikah yaitu peneguhan janji sepasang suami istri untuk saling mencintai, saling menjaga baik dalam keadaan suka maupun duka. Melalui kesadaran tersebut, apapun kondisi rumah tangga yg kita jalani akan menemukan suatu solusi. Sebab proses menemukan solusi dengan berlandaskan kasih sayang ketika menghadapi sebuah masalah, sebenarnya merupakan salah satu kunci keharmonisan rumah tangga kita.
“Harta dalam rumah tangga itu bukanlah terletak dari banyaknya tumpukan materi yg dimiliki, namun dari rasa kasih sayang dan cinta pasangan suami istri yg terdapat dalam keluarga tersebut. Maka jagalah harta keluarga yg sangat berharga itu..!”

Monday, 8 December 2014


Cukuplah yang kao lihat
Sebagai pengingat.
Agar engkao pandai mensyukuri nikmat..
Seseorang tak kan bisa merubah masa lalunya.
Tapi....seseorang bisa memperbaiki masa depanAnya.

Bersyukurlah atas nikmat yang allah berikan untuk kita,,,,  
Video ini akan menggetarkan hati dan jiwa kita semua, bagaimana seorang yang mempunyai keterbatasan bisa selalu tersenyum dan semangat menjalani hidup, karena keyakinan akan masa depan nya. 

mari kita liat bersama Video inspirasi ini,,,,




Saturday, 6 December 2014


ilustrasi Tobat @ibrahimradio
ilustrasi Shalat @ibrahimradio
Dicintai Allah Ta’ala adalah karunia yang amat berharga. Ada orang yang terplih menjadi kekasih-Nya, waktu yang dijadikan-Nya mustajabah sehingga doa-doa yang terpanjatkan dikabulkan, ada pula amalan-amalan khusus yang bisa membuat Dia mencintai siapa pelaku amalan tersebut. Semua itu merupakan bukti bahwa Dia Maha Pencipta dan Mahakuasa untuk melakukan apa pun yang Dikehendaki-Nya.
Amalan-amalan yang dicintai Allah Ta’ala jumlahnya amat banyak. Biasanya, pelaku amal dan amalannya menjadi satu paket. Misalnya, sabar menjadi salah satu amalan unggulan dengan balasan pahala yang berlimpah. Maka dalam firman-Nya, Allah Ta’ala menyebutkan bahwa Dia bersama dan mencintai orang yang sabar (Shobirin).
Di antara banyaknya amalan yang dicintai Allah Ta’ala itu, ada satu riwayat yang sangat aplikatif untuk kita upayakan. Yakni tiga amalan yang paling dicintai Allah Ta’ala. Riwayat ini berasal dari Abdullah bin Mas’ud dan diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam kitab Shahih-nya.

Shalat Tepat Waktu

Shalat adalah tiang agama. Siapa mendirikan shalat, maka ia mengokohkan agama. Sedangkan mereka yang meninggalkan shalat, amalan buruknya itu tergolong merobohkan agama. Shalat adalah sarana untuk mengingat Allah Ta’ala. Ia juga merupakan waktu ketika seseorang bisa berkomunikasi dengan Zat yang menciptakannya. Maka, shalat disebut sebagai Mi’rajnya orang yang beriman.
Shalat sudah ditentukan syariatnya. Tentang bagaimana menjalankannya, keutamaan-keutamaan, sunnah-sunnahnya, termasuk waktu dan aturan-aturan lain yang sifatnya given sehingga tidak bisa ditawar.
Maka dalam hal ini, mendirikan shalat tepat waktu menjadi salah satu amalan yang paling dicintai Allah Ta’ala. Dalam amalan ini, ada banyak tafsir yang menjelaskan. Di antaranya adalah bersegera dalam melakukan seruan Allah Ta’ala ketika waktu shalat telah tiba.
Bersegera dalam shalat bukanlah hal yang mudah. Sebab ada banyak urusan yang harus dikerjakan oleh seorang hamba. Sehingga, dalam diri setiap hamba akan terjadi tarik-menarik kepentingan antara banyak komponen itu.
Saat adzan berkumandang, misalnya, ada yang sedang sibuk dengan dagangannya. Maka dengan mudah, ketika Allah Ta’ala tidak menjadi prioritasnya, ia akan berkata kepada dirinya, “Nanti saja, waktu masih panjang.”
Sama halnya dengan seorang pendidik, murid, karyawan dan sebagainya. Padahal, andai pemahaman shalat tepat waktu dibawa ke ranah tauhid dan ketetapan ajal, maka konsepnya sama, “Siapa yang menjamin hidup kita sedetik lagi sehingga dengannya kita menunda pelaksanaan shalat, padahal waktunya telah tiba dan tak ada halangan syar’i untuk menunda?

ilustrasi @networkedblogs
ilustrasi @networkedblogs

Berbakti Kepada Orang Tua

Setelah menyebut shalat tepat waktu sebagai amalan pertama yang paling dicintai Allah Ta’ala, Abdullah bin Mas’ud bertanya kepada Nabi, “Apalagi, ya Rasulullah?” Beliau mengatakan, “Berbakti kepada orang tua.”
Surga adanya di telapak kaki ibu. Ridha Allah Ta’ala, salah satu kuncinya juga terletak dalam ridha orang tua. Siapa yang berbakti kepada orang tua, kesuksesan hidup di dunia dan keselamatan di akhirat adalah keniscayaan baginya. Sebaliknya, andai durhaka, maka siksa dunia dan azab neraka telah menunggu dengan nyalanya yang teramat dahsyat.
Berbakti kepada orang tua menempati derajat yang agung. Bahkan, perintahnya bergandengan dengan larangan berlaku syirik kepada Allah Ta’ala. Maknanya, berbakti kepada orang tua erat kaitannya dengan kualitas akidah seseorang. Semakin benar iman dan taqwanya, maka ia akan semakn berbakti kepada orang tuanya.
Berbakti kepada orang tua hanya berlaku untuk amal shaleh. Ketika orang tua memerintahkan untuk berlaku buruk, seberapa pun kadarnya, maka seorang anak tidak wajib menuruti, harus menolak dan/atau mengingatkan dengan cara yang baik. Bukankah Nabi Ibrahim As tidak berbakti kepada bapaknya dalam hal berbuat syirik?

Berjihad di Jalan Allah

Jihad adalah kunci kemenangan Islam. Inilah maqam tertinggi; tiada kemuliaan tanpa jihad. Jihad adalah syariat dari Allah Ta’ala untuk mempertahankan ketinggian Islam. Dalam jihad, ada banyak hal yang harus dikorbankan: waktu, usia, dana, harta bahkan keluarga dan nyawa.
Jihad tidak terbatas pada mengangkat senjata di medan juang. Jihad bisa dilakukan di banyak bidang. Maka ada istilah jihad politik, jihad terhadap nafsu, jihad menghidupi keluarga, jihad konstitusi dan puncaknya adalah mengangkat senjata tatkala agama Allah Ta’a dinistakan.
Jihad adalah puncak amal. Ia hanya bisa dilakukan oleh mereka yang benar imannya dan tidak mengidap penyakit nifaq atau takut mati. Jihad adalah jalan hidup yang semestinya dipilih oleh mereka yang mengikrarkan Islam dan iman kepada Allah Ta’ala.
Jihad dalam sebuah ayat disebutkan sebagai perniagaan yang tak pernah merugi karena menukar diri dengan surga yang lebih luas dari langit dan bumi. Semoga Allah Ta’ala mematikan kita dalam keadaan berjihad. Aamiin.

sumber: kisahikmah.com

Thursday, 4 December 2014


ilustrasi @muhammad-khudhori
ilustrasi @muhammad-khudhori
Berdoalah kepada Allah Ta’ala, niscaya Dia akan mengabulkan pinta yang terpanjat. Allah Ta’ala Maha Mendengar. Dia mengabulkan doa sesuai dengan kehendak-Nya, dan menangguhkan pengabulan atau memberikan ganti terbaik atas permintaan seorang hamba yang belum dikabulkan.
Berdoalah ketika waktu mustajabah. Di antara adzan dan iqamah, sesaat setelah selesai shalat, dalam sujud, saat bepergian, ketika hujan turun, di sepertiga malam, seusai membaca al-Qur’an, di hari Jum’at, dan banyak lagi waktu lainnya.
Di sebuah sekolah di Saudi Arabia, terdapatlah seorang guru muslimah dengan semua murid muslimahnya mempraktikkan amalan doa mustajabah ini. Saat adzan Dhuhur berkumandang, sang Guru menghentikan aktivitas mengajarnya. Ia berkata kepada murid-muridnya, “Jawablah adzan sesuai dengan sunnah Nabi.”
Setelah adzan selesai, beliau kembali menyampaikan kepada anak didiknya, “Sekarang, berdoalah. Sampaikan hajat kalian kepada Allah Ta’ala.” Sang Guru memberi waktu kepada muridnya untuk berdoa sepanjang dua hingga tiga menit. Saat beliau mengatakan, “Berdoa selesai,” ada seorang murid yang masih khusyuk dengan pinta yang dipanjatkan.
Kejadian yang berulang itu pun mendapat perhatian sang Guru. Hingga tibalah pada suatu episode di kelas itu pada hari yang lain.
Sesaat sebelum pelajaran berakhir, Guru itu mengumpulkan semua buku muridnya. Ada tugas yang harus diperiksa. Setelah selesai diperiksa, dipanggillah muridnya satu persatu. Hingga tiba giliran si Murid yang terlihat khusyuk dan lama dalam setiap doa yang dipanjatkan di kelas itu.
Sang Guru memulai, “Nak, aku melihatmu berdoa dengan amat serius dalam waktu yang lama.” Murid shalihah itu hanya mengangguk. Guru melanjutkan, “Apa yang kau panjatkan dalam tiap munajatmu itu?”
Dengan polos, muslimah kecil itu bercerita, “Saya berdoa agar dikaruniai adik perempuan, Bu,” tetapi, lanjutnya, “Kata ibu saya, doa tersebut salah.” Sang Guru mengerutkan dahi sejenak. Kemudian muridnya itu melanjutkan, “Menurut ibu, saya harus berdoa meminta adik laki-laki. Karena saya seorang perempuan,” ujarnya santai.
“Nah,” lanjut sang Murid surmringah, “karena itu, saya berdoa meminta adik perempuan sesuai keinginan saya,” dan, “adik laki-laki sesuai permintaan ibu.” Setelah berhenti sejenak, ia melanjutkan, “Saya juga meminta adik laki-laki satu lagi.” Katanya menjelaskan, “Agar adik laki-laki yang dikehendaki ibu tidak kesepian. Karena saya pun merasa kesepian karena tidak memiliki adik perempuan.”
Mendengar penuturan muridnya, Guru itu hanya tersenyum. Pantas saja lama, dia memanjatkan tiga permintaan berupa tiga adik dengan bahasa anak-anak yang-tentu saja-disampaikan dengan lugu, tanpa memikirkan keefektifan kalimat.
Setelah kejadian itu, sang Murid tetap khusyuk dalam setiap doanya ketika di dalam kelas. Sedangkan sang Guru sama sekali tidak mengingat-ingat perbincangan tersebut, karena hanya menganggapnya sebagai bentuk kepolosan anak-anak.
Dua tahun berlalu, saat sang Murid duduk di kelas tiga sekolah tingkat menengah pertama itu, ia datang menghampiri gurunya di kelas satu dulu. Seraya berbinar sorot matanya, ia berkata, “Bu, ada kabar gembira,” lanjutnya sebelum sempat ditanya, “tadi pagi ibu saya melahirkan. Alhamdulillah adiknya kembar tiga. Satu perempuan, dua laki-laki.”
Ia pun teringat perbincangan dua tahun lalu di kelasnya. Dengan menengadah ke langit, ia hanya berucap, “Masya Allah”, takjub akan kemahabesaran Allah Ta’ala yang mendengar doa bocah kecil itu. Doa yang dipanjatkan di waktu mustajabah di antara adzan dan iqamah. [Pirman] 


sumber: kisahikmah.com

ilustrasi @melekinternet
ilustrasi @melekinternet
Betapa bahagianya kita yang telah mengecap nikmat hidayah Islam. Islam adalah kemuliaan dan keselamatan. Islam yang diiringi dengan iman dan ihsan, maka pemeluknya berjamin surga. Allah Ta’ala telah menyediakan surga yang akan diwariskan kepada orang-orang yang berserah diri kepada-Nya dalam seluruh aspek kehidupan.
Allah Ta’ala menyukai orang Islam yang senantiasa menyebut nama-nama-Nya yang baik. Apalagi jika disertai dengan perenungan, instal ke dalam dirinya, dan menjadikannya sebagai ruh dalam melakukan proyek-proyek kebaikan untuk umat. Dia juga menyediakan ganjaran spesifk untuk kata atau kalimat pujian khusus yang dialamatkan kepada-Nya.
Saat itu, Abu Hurairah sedang sibuk dengan aktivitasnya. Nabi yang lewat dan melihat sahabatnya melakukan sebuah aktivitas itu bertanya, “Wahai Abu Hurairah, apa yang engkau tanam?” Mendapat pertanyaan dari orang yang paling dicintainya itu, Abu Hurairah menjawab santun, “Sebuah tanaman milikku, ya Rasulullah.”
Sembari mengamati pekerjaan sahabatnya itu, Nabi Saw pun menawarkan sesuatu melalui sebuah pertanyaan, “Maukah aku tunjukkan kepadamu suatu tanaman yang jauh lebih baik bagimu dari apa yang kau tanam?” Mendapat tawaran nan menggiurkan dari Sang Nabi, Abu Hurairah menjawab antusias, “Tentu saja, wahai Rasulullah.”
“Ucapkanlah,” sabda manusia junjungan itu, “Subhanallahi walhamdulillahi wa laa ilaha illallahu wallahu akbar (Mahasuci Allah, dan segala puji bagi Allah, dan tidak ada Tuhan yang wajib disembah kecuali Allah, dan Allah Mahabesar)”
Tutup beliau mengkahiri sabdanya yang diriwayatkan Imam Ibnu Majah dan Imam al-Hakim, “Setiap bacaan kalimat ini akan menumbuhkan satu pohon untukmu di surga.”
Inilah satu kalimat sederhana yang diganjari satu tanaman di surga. Inilah kalimat tasbih yang di dalamnya terdapat pujian, tauhid dan membesar-besarkan nama Allah Ta’ala yang Mahabesar. Inilah kalimat yang jika diucapkan, maka pengucapnya akan dilimpahi ketenangan bathin dan kejernihan pikir serta kesehatan badan.
Kalimat dzikir inilah yang membedakan antara orang beriman dan kafir. Siapa yang berdzikir diibaratkan sebagai orang yang hidup, sementara ia yang kering dan tidak pernah mengingat nama Allah Ta’ala disamakan dengan orang yang mati.
Mari isi hari dan tiap jenak kehidupan kita dengan senantiasa membaca Subhanallahi walhamdulillahi wa laa ilaha illallahu wallahu akbar dengan penuh penghayatan akan Kemahabesaran Allah Ta’ala. [Pirman] 


sumber: kisahikmah.com

Wednesday, 3 December 2014

ilustrasi menikah maka keajaiban © alvin photography
ilustrasi © alvin photography
Hujan deras mengguyur bumi Surabaya saat pasangan suami istri itu sampai di jalan tol. “Dulu kita pernah mau ke toko buku seperti ini akhirnya kembali pulang karena hujan ya Dik,” kata sang suami sambil menyetir.
“Iya Mas. Bukan hanya sekali, tapi beberapa kali,” sahut istrinya sambil tertawa mengenang peristiwa itu.
Waktu awal-awal menikah, mereka memang hanya punya sebuah motor ‘butut’. Itu pun hadiah dari orang tua. Jika lupa membawa jas hujan, mereka berteduh di tepi jalan saat hujan lebat menghadang. Bahkan sekalipun membawa jas hujan, jika perjalanan yang ditempuh cukup jauh, mereka bisa terhalang dan membatalkan rencana bepergian.
Ketika menikah, ikhwan tersebut hanya bergaji Rp 650 ribu. Seperti kebanyakan aktifis dakwah saat itu, mereka tidak terlalu berpikir tentang bagaimana bisa hidup layak setelah menikah. Mereka pun makan seadanya. Tempe, tahu; yang penting bisa makan. Dalam setahun, lebih dari tiga kali listrik rumah kontrakan mereka diputus sementara oleh PLN karena telat membayar.
Seiring bertambahnya usia pernikahan mereka, Allah Subhanahu wa Ta’ala menambah rezeki mereka. Karir sang suami meningkat cepat. Prosentase gajinya naik melebihi teman-temannya yang lebih lama bekerja di sana. Lalu di tahun keempat, ia pindah kerja dengan penghasilan yang lebih tinggi. Kemudian Allah memberinya kemudahan merintis bisnis.
Kini, pasangan suami istri itu telah memiliki rumah sendiri. Dua rumah; satu atas namanya, dan satu lagi atas nama istrinya. Allah juga memberi mereka kendaraan dan melipatgandakan penghasilan mereka puluhan kali lipat. Hingga suatu saat, ikhwan tersebut berkata kepada salah seorang personil bendahara harakah di daerahnya: “Sekarang berapa infak tertinggi ikhwah kita, dan saya masuk peringkat berapa? Saya ingin berinfak paling besar diantara seluruh ikhwah kita, semoga Allah mengabulkannya”
وَأَنْكِحُوا الْأَيَامَى مِنْكُمْ وَالصَّالِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَائِكُمْ إِنْ يَكُونُوا فُقَرَاءَ يُغْنِهِمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ
“Dan nikahkanlah orang-orang yang sendirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak (menikah) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS. An-Nur : 32)
Sungguh benar janji Allah: Jika mereka miskin, Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya. Jika mereka miskin, Allah yang akan membuat mereka jadi kaya.
Sebagai seorang mufassir yang sangat memahami Al Qur’an, Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu memberikan nasehat berlandaskan janji Allah ini: “Carilah kecukupan dalam nikah.” Jika engkau ingin cukup, ingin kaya, maka menikahlah.
Ketika menafsirkan ayat di atas, Ibnu Katsir menceritakan kisah seorang laki-laki yang tidak memiliki apa-apa selain sehelai sarung yang dikenakannya. Ketika menikah, ia tidak memiliki barang apapun yang bisa digunakannya sebagai mahar. Bahkan cincin besi pun tak bisa ia dapatkan. Lalu oleh Rasulullah ia disuruh memberikan mahar berupa mengajari istrinya ayat-ayat Al Qur’an yang telah dihafalnya. Qadarullah, setelah menikah ia dapat mencukupi nafkah untuk keluarganya.
Rasulullah mempertegas janji Allah terhadap orang yang menikah ini dalam sabdanya:
ثَلَاثَةٌ كُلُّهُمْ حَقٌّ عَلَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ عَوْنُهُ الْمُجَاهِدُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَالنَّاكِحُ الَّذِي يُرِيدُ الْعَفَافَ وَالْمُكَاتَبُ الَّذِي يُرِيدُ الْأَدَاءَ
“Ada tiga orang yang berhak mendapatkan pertolongan Allah Azza wa Jalla, yaitu orang yang berjihad di jalan Allah, orang yang menikah karena menghendaki kesucian, dan budak mukatab yang bertekad melunasi kebebasannya” (HR. An Nasa’i)
Pasangan suami istri di awal tulisan ini telah merasakan pertolongan Allah tersebut. Jika sebelum menikah mereka menerima pemberian dari orang tua. Kini dengan izin Allah, gantian mereka yang memberi kepada orang tua.
Jadi, adakah yang masih takut menikah karena alasan ekonomi? Semoga tidak lagi. Sebab, Allah-lah Sang Maha Pemberi rezeki. 

sumber: Keluargacinta.com

Monday, 1 December 2014


ilustrasi  @donnemanagerdinapoli
ilustrasi @donnemanagerdinapoli
Surga adalah impian setiap orang yang beriman. Surga adalah tempat istirahat terindah bagi siapa yang bertaqwa; menjalankan perintah Allah Ta’ala dan menjauhi semua larangan-Nya. Surga adalah capaian tertinggi seorang hamba yang beriman kepada Rasulullah dan rukun iman yang lainnya. Surga akan diwariskan kepada siapa yang dikehendaki Allah Ta’ala.
Inilah sosok yang amat mulia imannya. Kulitnya memang hitam, awalnya seorang budak Habsyi. Parasnya memang tak menarik bagi wanita yang memandangnya. Namun, ketika hatinya disinari cahaya iman, kemudian dengan gagah mendeklarasikan keislamannya, pesonanya senantiasa terpancar hingga akhir zaman.
Bilal. Itulah muadzin kesayangan sang Nabi. Sosok yang sering disebut dalam sabda manusia mulia itu, “Bilal, rehatkanlah kami dengan shalat.” Ialah mantan budak Umayah bin Khalaf yang dipanggang di atas gundukan pasir gurun, di bawah sengatan mentari dengan timpaan batu besar seraya ditekan, dicambuk dan aneka jenis siksa dunia lainnya.
Namun, imannya telah menancap, mengakar dalam ke lubuk sanubari. Dengan siksaan yang amat berat itu, gumamnya tanpa henti atau ragu, “Ahad, ahad, ahad.” Maknanya, ia hanya mengesakan Allah Ta’ala. Allahlah satu-satunya Tuhan yang ia sembah.
Oleh Abu Bakar ash-Shiddiq, Bilal dimerdekakan. Selepasnya, bebaslah ia untuk berislam, mengikuti ajaran Rasulullah yang mulia.
Bilal, siapa yang mengira bahwa sosok mantan budak ini akan mendapatkan kemuliaan di sisi manusia paling mulia? Bahkan, oleh sang Nabi, Bilal digaransi masuk surga.
Pagi itu selepas shalat Subuh berjama’ah, Rasulullah bertanya kepada Bilal, “Katakanlah kepadaku,” lanjut Rasulullah Saw, “apa amalanmu yang paling besar pahalanya yang kamu kerjakan dalam Islam?”
Duhai, bukankah Rasulullah lebih mengerti amalan mana yang terbesar pahalanya? Namun, mengapa beliau melontarkan kalimat tanya ini kepada salah satu sahabatnya ini? Pasalnya, lanjut Rasulullah Saw sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim, “Tadi malam, aku mendengar suara sandalmu di dalam surga.”
Masya Allah, Allahu Akbar. Betapa mulianya Rasulullah Saw yang telah membina Bilal dalam naungan Islam. Betapa baiknya Abu Bakar yang telah memerdekakan Bilal. Bilal yang legam kulitnya itu, langkah sandalnya sudah terdengar di surga. Padahal ketika itu, beliau masih hidup di sisi Rasulullah Saw.
Kemudian, dengan menunduk hormat, Bilal menuturkan, “Saya bersuci dengan sempurna pada siang dan malam hari.” Lanjutnya, “Setelah bersuci saya shalat selain shalat yang telah diwajibkan oleh Allah Ta’ala kepada saya.”
Itulah rahasianya. Itulah amalan unggulan Bilal bin Rabah. Beliau digaransi surga, salah satunya lantaran selalu menjaga wudhu dan tak luput mengerjakan shalat sunnah setelah berwudhu, baik di siang maupun malam hari.



sumber: kisahikmah.com

Tuesday, 25 November 2014

Allah berfirman: “Sungguh telah dekat hari qiamat, dan bulan pun telah terbelah (Q.S. Al-Qamar: 1)” Apakah kalian akan membenarkan kisah yang dari ayat Al-Qur’an ini menyebabkan masuk Islamnya pimpinan Hizb Islami Inggris ?? Di bawah ini adalah kisahnya:
Dr. Zaghloul Ragheb El Naggar
Dr. Zaghloul Ragheb El Naggar
Dalam temu wicara di televisi bersama pakar Geologi Muslim, Prof. Dr. Zaghlul Al-Najar, salah seorang warga Inggris mengajukan pertanyaan kepadanya, apakah ayat dari surat Al-Qamar di atas memiliki kandungan mukjizat secara ilmiah ?
Maka  menjawabnya sebagai berikut: Tentang ayat ini, saya akan menceritakan sebuah kisah. Sejak beberapa waktu lalu, saya mempresentasikan di Univ. Cardif, Inggris bagian barat, dan para peserta yang hadir bermacam-macam, ada yang muslim dan ada juga yang bukan muslim.
Salah satu tema diskusi waktu itu adalah seputar mukjizat ilmiah dari Al-Qur’an. Salah seorang pemuda yang beragama muslim pun berdiri dan bertanya, “Wahai Tuan, apakah menurut anda ayat yang berbunyi [Telah dekat hari qiamat dan bulan pun telah terbelah] mengandung mukjizat secara ilmiah ? Maka saya menjawabnya: Tidak, sebab kehebatan ilmiah diterangkan oleh ilmu pengetahuan, sedangkan mukjizat tidak bisa diterangkan ilmu pengetahuan, sebab ia tidak bisa menjagkaunya. Dan tentang terbelahnya bulan, maka itu adalah mukjizat yang terjadi pada Rasul terakhir Muhammad shallallahu ‘alaihi wassalam sebagai pembenaran atas kenabian dan kerasulannya, sebagaimana nabi-nabi sebelumnya.
Dan mukjizat yang kelihatan, maka itu disaksikan dan dibenarkan oleh setiap orang yang melihatnya. Andai hal itu tidak termaktub di dalam kitab Allah dan hadits-hadits Rasulullah, maka tentulah kami para muslimin di zaman ini tidak akan mengimani hal itu. Akan tetapi hal itu memang benar termaktub di dalam Al-Qur’an dan sunnah-sunnah Rasulullah shallallahu alaihi wassalam. Dan memang Allah ta’alaa benar-benar Maha berkuasa atas segala sesuatu.
Maka Prof. Dr. Zaghlul Al-Najar pun mengutip sebuah kisah Rasulullah membelah bulan. Kisah itu adalah sebelum hijrah dari Mekah Mukarramah ke Madinah. Orang-orang musyrik berkata, “Wahai Muhammad, kalau engkau benar Nabi dan Rasul, coba tunjukkan kepada kami satu kehebatan yang bisa membuktikan kenabian dan kerasulanmu (mengejek dan mengolok-olok)?”
Rasulullah bertanya, “Apa yang kalian inginkan ?
Mereka menjawab: Coba belah bulan, ..”
bulan_terbelah1lMaka Rasulullah pun berdiri dan terdiam, lalu berdoa kepada Allah agar menolongnya. Maka Allah memberitahu Muhammad agar mengarahkan telunjuknya ke bulan. Maka Rasulullah pun mengarahkan telunjuknya ke bulan, dan terbelahlah bulat itu dengan sebenar-benarnya. Maka serta-merta orang-orang musyrik pun berujar, “Muhammad, engkau benar-benar telah menyihir kami!” Akan tetapi para ahli mengatakan bahwa sihir, memang benar bisa saja “menyihir” orang yang ada disampingnya akan tetapi tidak bisa menyihir orang yang tidak ada ditempat itu. Maka mereka pun pada menunggu orang-orang yang akan pulang dari perjalanan. Maka orang-orang Quraisy pun bergegas menuju keluar batas kota Mekkah menanti orang yang baru pulang dari perjalanan. Dan ketika datang rombongan yang pertama kali dari perjalanan menuju Mekkah, maka orang-orang musyrik pun bertanya, “Apakah kalian melihat sesuatu yang aneh dengan bulan?”Mereka menjawab, “Ya, benar. Pada suatu malam yang lalu kami melihat bulan terbelah menjadi dua dan saling menjauh masing-masingnya kemudian bersatu kembali…!!!”  Maka sebagian mereka pun beriman, dan sebagian lainnya lagi tetap kafir (ingkar). Oleh karena itu, Allah menurunkan ayat-Nya:  Sungguh, telah dekat hari qiamat, dan telah terbelah bulan, dan ketika melihat tanda-tanda kebesaran Kami, merekapun ingkar lagi berpaling seraya berkata, “Ini adalah sihir yang terus-menerus”, dan mereka mendustakannya, bahkan mengikuti hawa nafsu mereka. Dan setiap urusan benar-benar telah tetap ….sampai akhir surat Al-Qamar.
Ini adalah kisah nyata, demikian kata Prof. Dr. Zaghlul Al-Najar. Dan setelah selesainya Prof. Dr. Zaghlul menyampaikan hadits nabi tersebut, berdiri seorang muslim warga Inggris dan memperkenalkan diri seraya berkata, “Aku Daud Musa Pitkhok, ketua Al-Hizb Al-Islamy Inggris. Wahai tuan, bolehkah aku menambahkan??”  Prof. Dr. Zaghlul Al-Najar menjawab: Dipersilahkan dengan senang hati.” Daud Musa Pitkhok berkata, “Aku pernah meneliti agama-agama (sebelum menjadi muslim), maka salah seorang mahasiswa muslim menunjukiku sebuah terjemah makna-makna Al-Qur’an yang mulia.
crack1Maka, aku pun berterima kasih kepadanya dan aku membawa terjemah itu pulang ke rumah. Dan ketika aku membuka-buka terjemahan Al-Qur’an itu di rumah, maka surat yang pertama aku buka ternyata Al-Qamar. Dan aku pun membacanya: Telah dekat hari qiamat dan bulan pun telah terbelah… Maka aku pun bergumam: Apakah kalimat ini masuk akal?? Apakah mungkin bulan bisa terbelah kemudian bersatu kembali?? Andai benar, kekuatan macam apa yang bisa melakukan hal itu??? Maka, aku pun menghentikan dari membaca ayat-ayat selanjutnya dan aku menyibukkan diri dengan urusan kehidupan sehari-hari. Akan tetapi Allah Yang Maha Tahu tentang tingkat keikhlasam hamba-Nya dalam pencarian kebenaran. Maka aku pun suatu hari duduk di depan televisi Inggris. Saat itu ada sebuah diskusi diantara presenter seorang Inggris dan 3 orang pakar ruang angkasa AS. Ketiga pakar antariksa tersebut pun menceritakan tentang dana yang begitu besardalam rangka melakukan perjalanan ke antariksa, padahal saat yang sama dunia sedang mengalami masalah kelaparan, kemiskinan, sakit dan perselisihan. Presenter pun berkata, ” Andai dana itu digunakan untuk memakmurkan bumi, tentulah lebih banyak berguna”. Ketiga pakar itu pun membela diri dengan proyek antariksanya dan berkata, “Proyek antariksa ini akan membawa dampak yang sangat positif pada banyak segmen kehidupan manusia, baik segi kedokteran, industri, dan pertanian. Jadi pendanaan tersebut bukanlah hal yang sia-sia, akan tetapi hal itu dalam rangka pengembangan kehidupan manusia.
Dan diantara diskusi tersebut adalah tentang turunnya astronot menjejakkan kakiknya di bulan, dimana perjalanan antariksa ke bulan tersebut telah menghabiskan dana tidak kurang dari 100 juta dollar. Mendengar hal itu, presenter terperangah kaget dan berkata, “Kebodohan macam apalagi ini, dana begitu besar dibuang oleh AS hanya untuk bisa mendarat di bulan?” Mereka pun menjawab, “Tidak, ..!!! Tujuannya tidak semata menancapkan ilmu pengetahuan AS di bulan, akan tetapi kami mempelajari kandungan yang ada di dalam bulan itu sendiri, maka kami pun telah mendapat hakikat tentang bulan itu, yang jika kita berikan dana lebih dari 100 juta dollar untuk kesenangan manusia, maka kami tidak akan memberikan dana itu kepada siapapun. Maka presenter itu pun bertanya, “Hakikat apa yang kalian telah capai sehingga demikian mahal taruhannya. Mereka menjawab, “Ternyata bulan pernah mengalami pembelahan di suatu hari dahulu kala, kemudian menyatu kembali.!!!
bulan-terbelah-1Presenter pun bertanya, “Bagaimana kalian bisa yakin akan hal itu?” Mereka menjawab, “Kami mendapati secara pasti dari batuan-batuan yang terpisah terpotong di permukaan bulan sampai di dalam (perut) bulan. Maka kami pun meminta para pakar geologi untuk menelitinya, dan mereka mengatakan, “Hal ini tidak mungkin telah terjadi kecuali jika memang bulan pernah terbelah lalu bersatu kembali”.
Mendengar paparan itu, ketua Al-Hizb Al-Islamy Inggris mengatakan, “Maka aku pun turun dari kursi dan berkata, “Mukjizat (kehebatan) benar-benar telah terjadi pada diri Muhammad sallallahu alaihi wassallam 1400-an tahun yang lalu. Allah benar-benar telah mengolok-olok AS untuk mengeluarkan dana yang begitu besar, 100 juta dollar lebih, hanya untuk menetapkan akan kebenaran muslimin !!!! Maka, agama Islam ini tidak mungkin salah … Maka aku pun berguman, “Maka, aku pun membuka kembali Mushhaf Al-Qur’an dan aku baca surat Al-Qamar, dan … saat itu adalah awal aku menerima dan masuk Islam.
Diterjemahkan oleh: Abu Muhammad ibn Shadiq


sumber:  akhwatmuslimah.com

Monday, 24 November 2014

lustrasi @pisaijo

Di Kota Madinah yang penuh keberkahan itu datanglah seorang tamu kepada Rasulullah Saw yang mulia. Rupanya, sang tamu belum mengonsumsi apa pun. Maka, mereka meminta makanan kepada sang Nabi. Beliau yang terkenal dengan akhlaknya dalam memuliakan tamu pun bertanya kepada salah seorang istrinya, “Apakah ada makanan untuk tamu kita?”
Rupanya, istri yang pertama ditanya tak memiliki apa pun untuk dihidangkan. Maka, Nabi Saw bertanya kepada istri beliau yang lain. Ternyata nihil, hasilnya sama. Keluarga Rabbani itu tak memiliki stok makanan untuk menjamu tamunya.
Maka sang Nabi pun menuju masjid dan berkata kepada sahabat-sahabatnya. Beliau menginformasikan adanya tamu yang butuh jamuan kemudian menawarkan siapakah yang mau menjamu mereka.
Bersemangat menyambut tawaran sang Nabi untuk menjamu tamu, ada seorang sahabat yang ajukan dirinya. Ia menyatakan kesanggupannya. Lantas, pulanglah ia ke rumah untuk bertanya kepada sang istri. Sang istri menjawab, “Ada makanan, Suamiku. Tapi, itu jatah untuk anak-anak kita.”
Sang sahabat pun memutar otaknya. Mencari cara bagaimana supaya bisa tetap menjamu tamu-tamu Rasulullah Saw. Berkesempatan menjamu tamu Nabi adalah keberkahan yang berlimpah.
Maka disepakatilah dengan sang istri. Anak-anaknya harus ditidurkan terlebih dahulu. Setelah nyenyak, barulah mereka persilakan tamunya untuk menikmati sajian yang telah disediakan.
Sebagai sebuah strategi juga, jamuan makan yang diberikan di malam hari itu, oleh sahabat tersebut disiasati dengan mematikan lampu. Jadi, suami istri itu tetap menemani makan meski hanya berpura-pura makan sebab jumlah makanannya tidak mencukupi.
Maka malam itu, puaslah sang tamu dengan jamuan makan seorang sahabat Anshar ini. Padahal, ia, istri dan anak-anaknya harus menahan lapar demi memuliakan tamu. Sahabat Anshar ini menyadari bahwa memuliakan tamu adalah bagian dari ajaran Islam yang mulia dan menjadi salah satu parameter keimanan seorang hamba kepada Allah Ta’ala dan Hari Akhir.
Keesokan harinya, Nabi menghampiri sahabat tersebut sambil tersenyum. Beliau berkata, “Allah Ta’ala pun takjub karena perbuatan kalian berdua.”
Duhai bahagianya, amal sang sahabat langsung mendapatkan penilaian Allah Ta’ala melalui lisan Nabi-Nya yang mulia.


sumber:kisahikmah.com




Banyak orang merasa risih bila uban mulai tumbuh di kepalanya, sehingga
berusaha mencabutnya. Bahkan ada yang mengecat rambutnya agar ubannya
tidak kelihatan. Padahal, uban itu akan menjadi cahaya pada hari kiamat
nantinya.Diriwayatkan dari Fudhalah bin Ubaid RA bahwa
Rasulullah Shalallahu alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang
beruban rambutnya dalam Islam, niscaya uban itu akan menjadi cahayanya
pada hari kiamat.
Ketika itu ada seseorang berkata kepada
Nabi Shalallahu alaihi Wa sallam, “Sesungguhnya ada orang –orang
yang mencabut uban mereka.” Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam pun
 bersabda, “Barangsiapa yang ingin melakukannya berarti hendak
mencabut cahayanya,” (HR. Al Bazzar , Ath Thabrani dan di hasankan Al-
 Albani dalam shahih At –Targhib wat Tarhib (2092).
antara keutamaan membiarkan uban dan tidak mencabutnya ialah pada hari
kiamat kelak pemiliknya akan diberikan empat hal penting, yaitu cahaya
di atas Shirat, setiap rambut putih dibalas satu kebaikan, dihapus
darinya satu keburukan, dan Allah mengangkat satu derjat dari rambut
itu.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah RA bahwa Nabi Shalallahu
alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah kalian mencabut uban.
Sesungguhnya uban itu adalah cahaya pada hari kiamat. Barangsiapa yang
tumbuh ubannya ketika Islam niscaya dicatatkan untuknya dengan uban itu
satu kebaikan, dihapus dari orang itu satu kesalahan(dosa) dan ia
ditinggikan satu derjat baginya dengan uban itu, (HR. Ahmad dalam
Al-Fath Ar Rabbani 17/315, At Thirmidzi (2821),Ibnu Majah (3721) dan
Ibnu Hibban. Sedangkan dalam shahih At-Targhib wat Tarhib Al Albani
berkata “hadis ini Hasan shahih”(2096).
Dari sini kita
bisa mengetahui bahwa setiap perintah nabi Shalallahu alaihi wa sallam
dan setiap amal shaleh tidaklah diperintahkan secara sia-sia. Pada hari
kiamat amal kebaikan tersebut akan memiliki faedah dan buah sebagai
ganjaran bagi setiap orang yang taat kepada Allah dan menjadi pembeda
antara orang yang taat dengan orang yang bermaksiat.
merupakan suatu nikmat, sebab uban adalah pemberi peringatan dan
pengingat bagi orang yang paham terhadap dekatnya ajal. Allah SWT
berfirman, “Dan mereka berteriak di dalam neraka itu, ‘Ya Rabb kami
keluarkanlah kami, niscaya kami akan mengerjakan amal yang shalih
berlainan dengan yang telah kami kerjakan’ dan apakah kami tidak
memanjangkan umurmu dalam masa yang cukup untuk berpikir bagi orang yang
 mau berpikir, dan (apakah tidak) datang kepadamu pemberi peringatan?
Maka rasakanlah (azab Kami) dan tidak ada bagi orang-orang yang zalim
seorang penolongpun,” (QS. Fathir: 37).<br />
<br />Abdul Aziz bin Abu
Rawwad berkata kepada seseorang, “Barangsiapa yang tidak bisa
mengambil nasehat dari tiga hal, berarti dia tidak akan bisa
diperingatkan dengan apapun, yaitu Islam, al-Quran dan uban.

Friday, 21 November 2014




Allah Ta’ala menurunkan hujan sebagai salah satu tanda kuasa-Nya. Melalui hujan, bumi dan semua makhluk hidup yang ada di atasnya menjadi hidup, tumbuh dan beranak pinak. Hujan dan proses penumbuhan makhluk hidup yang terjadi adalah tamsil dari Kuasa Allah Ta’ala yang kelak membangkitkan manusia di kehidupan akhirat.
Ketika hujan turun, ada banyak keberkahan yang menyertainya. Bahkan dalam sebuah riwayat disebutkan, masing-masing tetes air hujan dikawal oleh malaikat. Oleh karenanya pula, umat Muhammad Saw disunnahkan memperbanyak doa kala hujan turun. Sebagaimana disampaikan oleh Abdullah bin Abbas, “ Perbanyaklah doa di kala hujan turun.”
Diantara alasan anjuran untuk memperbanyak doa saat butiran-butiran air itu menyapa bumi dengan kesegaran dan kehidupan, “Sebab ketika itu pintu-pintu langit terbuka.” Maka Rasulullah Saw mengajarkan kepada kita doa yang amat mulia, “Allahumma shayyiban nafi’an. Ya Allah, jadikan hujan ini penuh kemanfaatan.”
Kesadaaran inilah yang penting untuk dibangun dalam pemahaman kita. Pasalnya, hujan diturunkan oleh Allah Ta’ala dengan membawa manfaat dan keberkahan. Namun, fakta yang terjadi saat ini di banyak tempat, justru sebaliknya. Ketika hujan baru mengguyur beberapa hari saja dengan intensitas yang tercurah, maka yang terjadi adalah banjir bandang, longsor, dan bencana-bencana lainnya.
Tentu, yang salah bukan hujannya. Tetapi perbuatan kebanyakan manusia yang justru merusak alam sehingga berbalik menjadi musuh baginya. Selain itu-barangkali-yang menjadi penyebabnya adalah jarangnya kita memanjatkan doa yang disunnahkan Rasulullah Saw itu. Kita lupa untuk melafalkannya, sebab banyak faktor, atau bisa jadi diri ini sengaja tak melantunkannya.
Kemudian, saat hujan turun disunnahkan untuk memanfaatkan airnya dengan berbasah-basahan. Duh, nampaknya ini kebalikan dengan kebiasaan kita saat ini. Pasalnya, kebanyakan kita justru anti dengan hujan bahkan enggan untuk sekedar bepergian –ke masid sekalipun- saat hujan turun.
Dr. Nashir bin Abdurrahman al-Juda’i sebagaimana dikutip Salim A. Fillah dalam “Lapis-Lapis Keberkahan” mengatakan, “Disunnahkan berbasah-basahan dengan hujan ketika ia turun, serta mengeluarkan pakaian, perkakas, dan kendaraan agar terkena hujan.”
Perkataan beliau ini bukan asal. Sebab ketika itu, Rasulullah Saw pernah menyingkap pakaiannya sehingga air hujan mengenai tubuh mulia beliau. Saat ditanya mengapa beliau melakukan hal itu, Rasulullah Saw bersabda, “Sebab hujan itu diturunkan dari sisi Rabbnya.”
Maka jangan heran ketika Imam Bukhari menyebutkan dalam satu riwayatnya bahwa Ibnu Abbas ikut berhujan-hujanan sesaat sambil membaca ayat kesembilan surah Qaaf. “Dan Kami turunkan dari langit air yang banyak manfaatnya, lalu Kami tumbuhkan dengan air itu pohon-pohon dan biji-biji tanaman yang diketam.” (Qs. Qaaf [50]: 9)


sumber: kisahikmah.com

ilustrasi @sadeanku
ilustrasi @sadeanku
Salah satu jalan yang harus ditempuh oleh seorang hamba untuk mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala adalah dengan senantiasa mengingat-Nya, dzikrullah. Dzikir adalah ibadah unggulan yang tak terbatas ruang maupun kondisi. Ia bisa dilakukan kapan saja, dalam setiap situasi.
Dzikir bisa dilakukan dengan dua cara. Secara keras (jahr) dan perlahan (sirr). Keduanya memiliki keutamaan dan penerapannya masing-masing. Dzikir jahr bisa dilakukan di waktu tertentu, saat senggang, di masjid-masjid maupun majlis ilmu atau rumah-rumah kaum muslimin. Sementara dzikir sirr, bisa tetap dikerjakan ketika seseorang tengah bekerja, dalam perjalanan, sambil belajar maupun aktivitas kebaikan lainnya.
Allah Ta’ala amat menganjurkan dzikir; menyebut, mengagungkan, dan mensucikan nama-nama-Nya yang agung. Melalui lisan Nabi-Nya, Dia juga mengajarkan kalimat-kalimat dzikir yang padat nan ringkas, namun memilik keutamaan yang amat besar dan mulia. Mahasuci Allah Ta’ala.
Nabi Musa ‘Alahis salam berkata kepada Rabbnya, “Ya Allah, ajarkanlah kepadaku tentang sesuatu untuk berdzikir kepada-Mu?” Allah Ta’ala pun menjawab, “Ucapkanlah Laa ilaha illallah.
Dalam riwayat yang disampaikan oleh Imam an-Nasa’i ini, Nabi Musa As memohon kepada Allah Ta’ala selepas mendapatkan ajaran tentang kalimat dzikir yang mulia itu. Pinta Nabi Musa As, “Ya Allah, setiap kali mengucapkan dzikir ini, berikanlah aku pahala yang istimewa.”
Maka Allah Ta’ala mengatakan dalam firman-Nya sebagaimana disebutkan dalam hadits Qudsi dari Abu Sa’id al-Khudri ini, “Wahai Musa, seandainya tujuh lapis bumi beserta isinya digabungkan dengan tujuh lapis langit dengan seluruh semestanya dan diletakkan di sebelah timbangan kalimat Laa ilaha illallah, niscaya kalimat itu lebih berat, melebihi semua itu.”
Itulah kalimat thayyibah yang memiliki keutamaan tak terbanding. Kalimat yang disebutkan dalam hadits lain, jika diucapkan dengan ikhlas, kemudian pelakunya mati, maka ia berhak atas surga-Nya Allah Ta’ala.
Dalam riwayat lainnya oleh Imam Thabrani dan Baihaqi disebutkan kisah tentang sesosok jasad. Malaikat memeriksa seluruh anggota tubuh jasad itu, tetapi tak ditemukan satu pun kebajikan di dalamnya. Maka sang malaikat melanjutkan pemeriksaan ke dalam hatinya, hasilnya sama: tak terdapat kebajikan di dalamnya. Kemudian malaikat memeriksa mulutnya. Di rongga mulut terdapatlah lidah yang menempel ke langit-langit mulut dalam keadaan mengucap Laa ilaha illallah. Maka disebutkan, “Diampuni segala dosanya karena adanya kalimat yang ikhlas itu.” [Pirman] 

sumber : http://kisahikmah.com

Thursday, 20 November 2014




Suatu sore di sebuah rumah, seorang remaja putri baru aja pulang setelah seharian mengikuti pelajaran dan dilanjutkan ekskul di sekolahnya. Dan bukan hal yg mengherankan lagi kalau ia selalu mendapati rumahnya sepi tanpa penghuni kecuali Bik Inah yg lagi menyiram bunga di taman belakang. Ia tau. Pastilah Papanya masih sibuk di kantor, dan Mamanya selalu pulang malem ngurusin usaha konveksinya. Sedangkan kakak satu-satunya hanya pulang seminggu sekali karena harus menyelesaikan kuliahnya di luar kota.

Sebut saja ni anak, Ratih namanya. Seperti biasa sebelum masuk, Ratih selalu menggesekkan alas sepatunya di atas doormat di depan pintu. Segera ia membuka pintu, menutupnya lagi dan kemudian masuk ke dalam kamar.
Tanpa melepas seragam, dia melempar tubuhnya di atas springbed. Sebuah diary kecil ia raih dari saku tas sekolah. Kata demi kata ditorehkannya di lembar-lembar putih itu. Ia tumpahkan segala kekecewaan atas kesibukan orang tuanya dan segala kepedihan serta kesepiannya selama ini. Di raut wajahnya jelas terpancar sebuah kekecewaan yg begitu mendalam.

"ya Allah... kenapa kedua orang tuaku lebih mementingkan pekerjaannya ketimbang aku anaknya? Kenapa ya Allah..?
Papa... Mama... tahukah kalian? Betapa bahagianya aku andaikan kita semua bisa selalu berkumpul, menikmati teh bersama di teras rumah... sambil memandang langit senja yg memerah... tidakkah kalian menginginkan itu Pa...? Ma...?"

Ratih masih terus larut dalam air matanya yg mulai jatuh membasahi dan melunturkan tulisannya, ketika BB barunya berdering nyaring.

"iya Ma... kenapa??" jawab Ratih malas-malasan.

"udah mandi, Sayang..?"

"belum."

"udah makan..??"

"dah tadi di skul."

"hmmm... keliatannya anak Mama lagi sewot ni... kenapa Sayang..? tadi ada masalah ya di sekolah? bilang sama Mama, mungkin Mama bisa bantu..."

"enggak... sapa juga yg sewot... nggak ada masalah apa-apa koq.."

"ya udah... kalo Ratih nggak mau cerita sekarang, ntar aja kalo kita udah ketemu di rumah. Sekarang Ratih mau kan tolongin Mama? tolong kamu ganti air bunga tuberose di kamar Mama ya... tadi pagi Mama lupa menggantinya."

"iya..."

"hati-hati gucinya jangan sampai pecah... dan ingat..! jangan nyuruh Bik Inah..!"

Setelah melempar BBnya di kasur, segera Ratih bergegas menuju kamar Mamanya dan kemudian membawa guci yg berisi bunga tuberose itu ke keran air di belakang rumah. Setelah itu, dia bawa lagi guci bunga itu kembali ke kamar.
Dan pada saat itulah mata Ratih menangkap sesuatu tergeletak di atas meja rias Mamanya. Sebuah Buku Catatan..! Catatan Mamanya. Buku itu masih dalam keadaan terbuka dan sebuah Pena pun masih menempel manis di atasnya.
Perlahan sekali Ratih mulai menyimak kata demi kata yg berserak di lembar-lembar Buku Catatan itu.

"Anakku... bila Mama boleh memilih, apakah Mama berbadan langsing atau berbadan besar karena mengandungmu, maka Mama pasti akan memilih mengandungmu...
Karena dalam mengandungmu Mama merasakan keajaiban dan kebesaran Allah. Sembilan bulan, Nak... kamu hidup di perut Mama, kamu ikut kemanapun Mama pergi, kamu ikut merasakan ketika jantung Mama berdetak karena bahagia,
kamu menendang rahim Mama ketika kamu merasa tidak nyaman karena Mama kecewa dan berurai air mata...

Anakku... bila Mama boleh memilih apakah operasi caesar atau Mama harus berjuang melahirkanmu... maka Mama pasti akan memilih berjuang melahirkanmu...
Karena menunggu dari jam ke jam, menit ke menit kelahiranmu adalah seperti menunggu antrian memasuki salah satu pintu surga. Karena kedahsyatan perjuanganmu untuk mencari jalan ke luar ke dunia sangat Mama rasakan. Dan saat itulah kebesaran Allah menyelimuti kita berdua. Malaikat tersenyum di antara peluh dan erangan rasa sakit yg tak pernah bisa Mama ceritakan kepada siapapun.

Dan ketika kamu hadir, tangismu memecah dunia. Saat itulah saat yg paling membahagiakan buat Mama. Segala sakit dan derita sirna, sesaat setelah melihat dirimu yg memerah. Mendengarkan Papamu mengumandangkan adzan, kalimat syahadat kebesaran Allah dan penetapan hati tentang junjungan kita Rasulullah di telinga mungilmu.

Anakku... bila Mama boleh memilih apakah Mama berdada indah atau harus bangun tengah malam untuk menyusuimu... maka Mama pasti akan memilih menyusuimu.
Karena dengan menyusuimu Mama telah membekali hidupmu dengan tetesan-tetesan dan tegukan-tegukan yg sangat berharga. Merasakan kehangatan bibir dan badanmu di dada Mama dalam kantuk Mama, adalah sebuah rasa luar biasa yg orang lain tak kan pernah bisa ikut merasakan.

Anakku... bila Mama boleh memilih duduk berlama-lama di ruang rapat, atau duduk di lantai menemanimu menempelkan puzzle, maka Mama pasti akan memilih bermain puzzle bersamamu. Camkan itu baik-baik, Anakku...

Tetapi ada satu hal yg sepertinya kamu harus tahu... hidup ini memang pilihan. Dan jika dengan pilihan Mama ini, kamu merasa sepi dan merana... maka maafkanlah, Nak...
Maafin Mama... Maafin Mama...

Percayalah... Mama sedang menyempurnakan puzzle kehidupan kita agar tidak ada satu kepingpun bagian puzzle kehidupan kita yg hilang.
Sepi dan ranamu adalah sebagian duka Mama juga. Kamu akan selalu menjadi belahan jiwa Mama...
Percayalah Nak... Mama sangat menyayangimu."

Ratihpun tak kuasa lagi menahan linangan air matanya. Kalo tadi hanya menetes satu dua, sekarang ia biarkan itu semua jatuh menetes dan membasahi Catatan Mamanya. Ratihpun menangis tanpa mampu tuk menghentikannya, sampai akhirnya sebuah tangan lembut menyentuh pundaknya dari belakang,

"Mama..??"

"iya Sayang... Mama udah ada disini sejak tadi..."

Tangis Ratih pun bukan makin berhenti tapi malah makin menjadi meski pelukan Mamanya terasa begitu menenangkan kegundahannya.

"Ya Allah, karuniakanlah Mamaku semulia-mulia tempat di sisi-Mu. Karena dia memang layak untuk itu. Ampuni dosa-dosanya ya Allah... Kebaikan dia lebih banyak dari pada kesalahannya. Dan akupun sangat menyayanginya..."




Ada satu kisah yang sangat BERHARGA, diceritakan seorang trainer Kubik Leadership yang bernama Jamil Azzaini di kantor Bea dan Cukai Tipe A Bekasi sekitar akhir tahun 2005. Dalam berceramah agama, beliau menceritakan satu kisah dengan sangat APIK dan membuat air mata pendengar berurai. Berikut ini adalah kisahnya:

Pada akhir tahun 2003, istri saya selama 11 malam tidak bisa tidur. Saya sudah berusaha membantu agar istri saya bisa tidur, dengan membelai, diusap-usap, masih susah tidur juga. Sungguh cobaan yang sangat berat. Akhirnya saya membawa istri saya ke RS Citra Insani yang kebetulan dekat dengan rumah saya. Sudah 3 hari diperiksa tapi dokter tidak menemukan penyakit istri saya. Kemudian saya pindahkan istri saya ke RS Azra, Bogor. Selama berada di RS Azra, istri saya badannya panas dan selalu kehausan sehingga setiap malam minum 3 galon air Aqua. Setelah dirawat 3 bulan di RS Azra, penyakit istri saya belum juga diketahui penyakitnya.

Akhirnya saya putuskan untuk pindah ke RS Harapan Mereka di Jakarta dan langsung di rawat di ruang ICU. Satu malam berada di ruang ICU pada waktu itu senilai Rp 2,5 juta. Badan istri saya –maaf- tidak memakai sehelai pakaian pun. Dengan ditutupi kain, badan istri saya penuh dengan kabel yang disambungkan ke monitor untuk mengetahui keadaan istri saya. Selama 3 minggu penyakit istri saya belum bisa teridentifikasi, tidak diketahui penyakit apa sebenarnya.

Kemudian pada minggu ke-tiga, seorang dokter yang menangani istri saya menemui saya dan bertanya, “Pak Jamil, kami minta izin kepada pak Jamil untuk mengganti obat istri bapak.”
“Dok, kenapa hari ini dokter minta izin kepada saya, padahal setiap hari saya memang gonta-ganti mencari obat untuk istri saya, lalu kenapa hari ini dokter minta izin ?”

“Ini beda pak Jamil. Obatnya lebih mahal dan obat ini nantinya disuntikkan ke istri bapak.”

“Berapa harganya dok?”
“Obat untuk satu kali suntik 12 juta pak.”
“Satu hari berapa kali suntik dok?”
“Sehari 3 kali suntik.”
“Berarti sehari 36 juta dok?”
“Iya pak Jamil.”

“Dok, 36 juta bagi saya itu besar sedangkan tabungan saya sekarang hampir habis untuk menyembuhkan istri saya. Tolong dok, periksa istri saya sekali lagi. Tolong temukan penyakit istri saya dok.”
“Pak Jamil, kami juga sudah berusaha namun kami belum menemukan penyakit istri bapak. Kami sudah mendatangkan perlengkapan dari RS Cipto dan banyak laboratorium namun penyakit istri bapak tidak ketahuan.”

“Tolong dok…., coba dokter periksa sekali lagi. Dokter yang memeriksa dan saya akan berdoa kepada Rabb saya. Tolong dok dicari”
“Pak Jamil, janji ya kalau setelah pemeriksaan ini kami tidak juga menemukan penyakit istri bapak, maka dengan terpaksa kami akan mengganti obatnya.” Kemudian dokter memeriksa lagi.
“Iya dok.”

Setelah itu saya pergi ke mushola untuk shalat dhuha dua raka’at. Selesai shalat dhuha, saya berdoa dengan menengadahkan tangan memohon kepada Allah, -setelah memuji Allah dan bershalawat kepada Rasululloh,
“Ya Allah, ya Tuhanku….., gerangan maksiat apa yang aku lakukan. Gerangan energi negatif apa yang aku lakukan sehingga engkau menguji aku dengan penyakit istriku yang tak kunjung sembuh. Ya Allah, aku sudah lelah. Tunjukkanlah kepadaku ya Allah, gerangan energi negatif apakah yang aku lakukan sehingga istriku sakit tak kunjung sembuh ? sembuhkanlah istriku ya Allah. Bagimu amat mudah menyembuhkan penyakit istriku semudah Engkau mengatur Milyaran planet di muka bumi ini ya Allah.”
Kemudian secara tiba-tiba ketika saya berdoa, “Ya Allah, gerangan maksiat apa yang pernah aku lakukan? Gerangan energi negatif apa yang aku lakukan sehingga aku diuji dengan penyakit istriku tak kunjung sembuh?” saya teringat kejadian berpuluh-puluh tahun yang lalu, yaitu ketika saya mengambil uang ibu sebanyak Rp150,-.

Dulu, ketika kelas 6 SD, SPP saya menunggak 3 bulan. Pada waktu itu SPP bulanannya adalah Rp 25,-. Setiap pagi wali kelas memanggil dan menanyakan saya, “JaMil, kapan membayar SPP ? JaMil, kapan membayar SPP ? JaMil, kapan membayar SPP ?” Malu saya. Dan ketika waktu istrirahat saya pulang dari sekolah, saya menemukan ada uang Rp150,- di bawah bantal ibu saya. Saya mengambilnya. Rp75,- untuk membayar SPP dan Rp75,- saya gunakan untuk jajan.

Saya kemudian bertanya, kenapa ketika berdoa, “Ya Allah, gerangan maksiat apa? Gerangan energi negatif apa yang aku lakukan sehingga penyakit istriku tak kunjung sembuh?” saya diingatkan dengan kejadian kelas 6 SD dulu ketika saya mengambil uang ibu. Padahal saya hampir tidak lagi mengingatnya ??. Maka saya berkesimpulan mungkin ini petunjuk dari Allah. Mungkin inilah yang menyebabkan istri saya sakit tak kunjung sembuh dan tabungan saya hampir habis. Setelah itu saya menelpon ibu saya,
“Assalamu’alaikum Ma…”
“Wa’alaikumus salam Mil….” Jawab ibu saya.
“Bagaimana kabarnya Ma ?”
“Ibu baik-baik saja Mil.”
“Trus, bagaimana kabarnya anak-anak Ma ?”
“Mil, mama jauh-jauh dari Lampung ke Bogor untuk menjaga anak-anakmu. Sudah kamu tidak usah memikirkan anak-anakmu, kamu cukup memikirkan istrimu saja. Bagaimana kabar istrimu Mil, bagaimana kabar Ria nak ?” –dengan suara terbata-bata dan menahan sesenggukan isak tangisnya-.
“Belum sembuh Ma.”
“Yang sabar ya Mil.”
Setelah lama berbincang sana-sini –dengan menyeka butiran air mata yang keluar-, saya bertanya, “Ma…, Mama masih ingat kejadian beberapa tahun yang lalu ?”
“Yang mana Mil ?”
“Kejadian ketika Mama kehilangan uang Rp150,- yang tersimpan di bawah bantal ?”
Kemudian di balik ujung telephon yang nun jauh di sana, Mama berteriak, (ini yang membuat bulu roma saya merinding setiap kali mengingatnya)
“Mil, sampai Mama meninggal, Mama tidak akan melupakannya.” (suara mama semakin pilu dan menyayat hati),

“Gara-gara uang itu hilang, mama dicaci-maki di depan banyak orang. Gara-gara uang itu hilang mama dihina dan direndahkan di depan banyak orang. Pada waktu itu mama punya hutang sama orang kaya di kampung kita Mil. Uang itu sudah siap dan mama simpan di bawah bantal namun ketika mama pulang, uang itu sudah tidak ada. Mama memberanikan diri mendatangi orang kaya itu, dan memohon maaf karena uang yang sudah mama siapkan hilang. Mendengar alasan mama, orang itu merendahkan mama Mil. Orang itu mencaci-maki mama Mil. Orang itu menghina mama Mil, padahal di situ banyak orang. …rasanya Mil. Mamamu direndahkan di depan banyak orang padahal bapakmu pada waktu itu guru ngaji di kampung kita Mil tetapi mama dihinakan di depan banyak orang. SAKIT…. SAKIT… SAKIT rasanya.”

Dengan suara sedu sedan setelah membayangkan dan mendengar penderitaan dan sakit hati yang dialami mama pada waktu itu, saya bertanya, “Mama tahu siapa yang mengambil uang itu ?”
“Tidak tahu Mil…Mama tidak tahu.”

Maka dengan mengakui semua kesalahan, saya menjawab dengan suara serak,
“Ma, yang mengambil uang itu saya Ma….., maka melalui telphon ini saya memohon keikhlasan Mama. Ma, tolong maafkan Jamil Ma…., Jamil berjanji nanti kalau bertemu sama Mama, Jamil akan sungkem sama mama. Maafkan saya Ma, maafkan saya….”

Kembali terdengar suara jeritan dari ujung telephon sana,
“Astaghfirullahal ‘Azhim….. Astaghfirullahal ‘Azhim….. Astaghfirullahal ‘Azhim…..Ya Allah ya Tuhanku, aku maafkan orang yang mengambil uangku karena ia adalah putraku. Maafkanlah dia ya Allah, ridhailah dia ya Rahman, ampunilah dia ya Allah.”
“Ma, benar mama sudah memaafkan saya ?”
“Mil, bukan kamu yang harus meminta maaf. Mama yang seharusnya minta maaf sama kamu Mil karena terlalu lama mama memendam dendam ini. Mama tidak tahu kalau yang mengambil uang itu adalah kamu Mil.”
“Ma, tolong maafkan saya Ma. Maafkan saya Ma?”
“Mil, sudah lupakan semuanya. Semua kesalahanmu telah saya maafkan, termasuk mengambil uang itu.”
“Ma, tolong iringi dengan doa untuk istri saya Ma agar cepat sembuh.”

“Ya Allah, ya Tuhanku….pada hari ini aku telah memaafkan kesalahan orang yang mengambil uangku karena ia adalah putraku. Dan juga semua kesalahan-kesalahannya yang lain. Ya Allah, sembuhkanlah penyakit menantu dan istri putraku ya Allah.”

Setelah itu, saya tutup telephon dengan mengucapkan terima kasih kepada mama. Dan itu selesai pada pukul 10.00 wib, dan pada pukul 11.45 wib seorang dokter mendatangi saya sembari berkata,
“Selamat pak Jamil. Penyakit istri bapak sudah ketahuan.”
“Apa dok?”
“Infeksi prankreas.”

Saya terus memeluk dokter tersebut dengan berlinang air mata kebahagiaan, “Terima kasih dokter, terima kasih dokter. Terima kasih, terima kasih dok.”

Selesai memeluk, dokter itu berkata, “Pak Jamil, kalau boleh jujur, sebenarnya pemeriksaan yang kami lakukan sama dengan sebelumnya. Namun pada hari ini terjadi keajaiban, istri bapak terkena infeksi prankreas. Dan kami meminta izin kepada pak Jamil untuk mengoperasi cesar istri bapak terlebih dahulu mengeluarkan janin yang sudah berusia 8 bulan. Setelah itu baru kita operasi agar lebih mudah.”

Setelah selesai, dan saya pastikan istri dan anak saya selamat, saya kembali ke Bogor untuk sungkem kepada mama bersimpuh meminta maaf kepadanya, “Terima kasih Ma…., terima kasih Ma.”
Namun…., itulah hebatnya seorang ibu. Saya yang bersalah namun justru mama yang meminta maaf. “Bukan kamu yang harus meminta maaf Mil, Mama yang seharusnya minta maaf.”

Sahabat Hikmah…
Maha benar sabda Rasulullaah shalallaahu ’alaihi wa sallam :
“Ridho Allah tergantung kepada keridhoan orang tua dan murka Allah tergantung kepada kemurkaan orang tua” (HR Bukhori, Ibnu Hibban, Tirmidzi, Hakim)
“Ada tiga orang yang tidak ditolak doa mereka:
orang yang berpuasa sampai dia berbuka,
seorang penguasa yang adil,
dan doa orang yang teraniaya.
Doa mereka diangkat Allah ke atas awan dan dibukakan baginya pintu langit dan Allah bertitah, ‘Demi keperkasaan-Ku, Aku akan memenangkanmu (menolongmu) meskipun tidak segera.” (HR. Attirmidzi)
Kita dapat mengambil HIKMAH bahwa:
Bila kita seorang anak:
* Janganlah sekali-kali membuat marah orang tua, karena murka mereka akan membuat murka Allah subhanau wa ta’ala. Dan bila kita ingin selalu diridloi-Nya maka buatlah selalu orang tua kita ridlo kepada kita.
* Jangan sampai kita berbuat zholim atau aniaya kepada orang lain, apalagi kepada kedua orang tua, karena doa orang teraniaya itu terkabul.
Bila kita sebagai orang tua:
* Berhati-hatilah pada waktu marah kepada anak, karena kemarahan kita dan ucapan kita akan dikabulkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala, dan kadang penyesalan adalah ujungnya.
* Doa orang tua adalah makbul, bila kita marah kepada Anak, berdoalah untuk kebaikan anak-anak kita, maafkanlah mereka.

Semoga bermanfaat dan bisa mengambil HIKMAH..
Wassalam
Diambil dari Mutiara Hikmah
Best Regards,


Pada sebuah senja 20 tahun yang lalu, terdapat seorang pemuda yang kelihatannya seperti seorang mahasiswa berjalan mondar mandir didepan sebuah rumah makan cepat saji di kota metropolitan, menunggu sampai tamu direstoran sudah agak sepi, dengan sifat yang segan dan malu-malu dia masuk kedalam restoran tersebut.

"Tolong saya mau pesan semangkuk nasi putih.", dengan kepala menunduk pemuda ini berkata kepada pemilik rumah makan.

Sepasang suami istri muda pemilik rumah makan, memperhatikan pemuda ini yang hanya meminta semangkuk nasi putih dan tidak memesan lauk apapun, dan kemudian segera menghidangkan semangkuk penuh nasi putih sesuai dengan pesanan pemuda tsb.

Ketika pemuda ini menerima nasi putih dia kemudian berkata dengan pelan :

"Dapatkah menyiram sedikit kuah sayur diatas nasi saya."

Istri pemilik rumah makan berkata sambil tersenyum :

"Kalau ada yang engkau suka yang lain lagi, silahkan saja ambil ya,... Ga usah bayar kok !"

Si Pemuda sangat terharu atas kebaikan hati si pemilik rumah makan tsb.

Sebelum habis makan, pemuda ini berpikir " Karena kuah sayurnya gratis
berarti Dia bisa memesan semangkuk lagi nasi putih".

" Bisa kah saya pesan satu mangkuk nasi putih lagi " kata si Pemuda tsb pelan.

"Semangkuk tidak cukup anak muda, kali ini saya akan berikan lebih banyak lagi nasinya." Dengan tersenyum ramah pemilik rumah makan berkata kepada pemuda tsb.

"Bukan, saya akan membawa pulang, saya pengen di bungkus aja. Besok saya akan membawanya ke kampus sebagai makan siang saya !"

Mendengar perkataan pemuda ini, pemilik rumah makan berpikir bahwa pemuda ini mungkin dari keluarga yg kurang mampu dan berasal dari luar kota, sehingga demi menuntut ilmu kekota, dia harus mencari uang sendiri untuk kuliah, sehingga kesulitan dalam hal keuangan itu sudah pasti.

Berpikir sampai disitu pemilik rumah makan lalu menaruh sepotong daging dan sebutir telur disembunyikan dibawah nasi, kemudian membungkus nasi tersebut sepintas terlihat hanya sebungkus nasi putih saja dan memberikan kepada pemuda ini.

Melihat perbuatannya, istrinya mengetahui suaminya sedang membantu pemuda ini,hanya dia tidak mengerti, kenapa daging dan telur disembunyikan dibawah nasi ?

Suaminya kemudian berbisik kepadanya :

"Jika pemuda ini melihat kita menaruh lauk dinasinya dia tentu akan merasa bahwa kita bersedekah kepadanya, harga dirinya pasti akan tersinggung lain kali dia tidak akan datang lagi, jika dia ketempat lain hanya membeli semangkuk nasi putih, mana ada gizi untuk dia kuliah."

"Engkau sungguh baik hati, sudah menolong orang masih menjaga harga dirinya."

"Jika saya tidak baik, apakah engkau akan mau menjadi istriku ?" Katanya sambil menatap mesra istrinya.... dan sepasang suami istri muda inipun merasa sangat gembira dapat membantu orang lain.

"Terima kasih, saya sudah selesai makan." Pemuda ini pamit kepada mereka.

Ketika dia mengambil bungkusan nasinya, dia membalikan badan melihat dengan pandangan mata berterima kasih kepada mereka.

"Besok singgah lagi ya..., engkau harus tetap bersemangat !"
kata si pemilik rumah makan sambil melambaikan tangan, dalam perkataannya bermaksud mengundang pemuda ini besok untuk jangan segan-segan datang lagi.

Sepasang mata pemuda ini berkaca-kaca terharu, mulai saat itu setiap sore pemuda ini singgah kerumah makan mereka, sama seperti biasa setiap hari hanya memakan semangkuk nasi putih dan membawa pulang sebungkus untuk bekal keesokan hari.

Sudah pasti nasi yang dibawa pulang setiap hari terdapat lauk berbeda yang tersembunyi setiap hari, sampai pemuda ini tamat, selama 20 tahun pemuda ini tidak pernah muncul lagi.

Pada suatu hari, ketika suami istri ini sudah berumur 50 tahun lebih,
pemerintah melayangkan sebuah surat bahwa rumah makan mereka akan segera digusur.

Tiba-tiba akan kehilangan mata pencaharian dan mengingat anak mereka yang disekolahkan diluar negeri masih perlu biaya pendidikan yang cukup besar setiap bulan, membuat suami istri ini berpelukan menangis dengan panik.

Pada saat itu tiba2 masuklah seorang pemuda yang memakai pakaian bermerek dan kelihatannya seperti direktur sebuah perusahaan besar.

"Apa kabar ?, perkenalkan saya adalah wakil direktur dari sebuah perusahaan, saya diperintah oleh direktur kami mengundang Bapak dan Ibu berdua untuk membuka kantin di perusahaan kami, perusahaan kami telah menyediakan semuanya kalian hanya perlu membawa koki dan keahlian kalian kesana, keuntungannya akan dibagi 2 dengan perusahaan."

"Siapakah direktur diperusahaan Anda tsb ?, mengapa begitu baik terhadap kami ? saya tidak ingat pernah mengenal seorang yang begitu mulia dan baik hatinya seperti direktur anda tersebut !" sepasang suami istri ini berkata dengan terheran-heran.

"Kalian adalah penolong dan kawan baik direktur kami, direktur kami paling suka makan telur dan dendeng buatan kalian, hanya itu yang saya tahu, yang lain setelah kalian bertemu dengannya dapat bertanya langsung kepada Beliau."

Maka berangkatlah mereka segera menuju Kantor Perusahaan yg ternyata sangat besar dan megah yang menandakan bahwa perusaan tsb benar-benar besar dan bonafid.

Di Pintu masuk mereka langsung di sambut oleh seseorang yang langsung memeluk suami pemilik rumah makan tsb.

" Bapak ingat saya ?..... Saya adalah Pemuda yg dulu Bpk selalu bungkuskan 1 mangkuk Nasi Putih beserta isinya yg sangat berarti sekali buat saya yang waktu itu sangat butuh energi dan gizi yang cukup buat kuliah.."

" Kebaikan hati dan keikhlasan Bapak dan Ibu berdua lah yang akhirnya mengantarkan saya bisa sesukses seperti sekarang ini, Bapak dan Ibu berdua benar2 wujud pertolongan Tuhan atas doa2 saya waktu itu".

"Saya barusan mendengar adanya rencana penggusuran di lokasi rumah makan Bapak dan ibu maka saya segera mengutus wakil saya utk mengajak Bapak dan Ibu bermitra dengan Perusahaan Kami ini, Bagaimana Pak ? "

Suami istri pemilik rumah makan ini hanya bisa menganguk tanda bersedia utk bermitra dan bekerja sama sambil saling berpandangan dan meneteskan air mata...

Tidak mereka sangka di saat masalah besar datang dan mengancam kelangsungan keluarga mereka ternyata pertolongan Allah datang lewat Sang Direktur yang dulunya hampir mereka tidak pernah mengingat lagi pernah menolong Pemuda tsb.

Allahu Akbar...

Ternyata tidak ada perbuatan baik yang sia2....Allah akan mengganjar dan membalas segala amal kebajikan kita dalam bentuk yang terbaik dan pada saat yang tepat....Hanya DIA yang tahu apa yang terbaik buat hamba2 Nya...

PERCAYALAH......

" Kebaikan hati dan balas budi selamanya dalam kehidupan manusia adalah suatu perbuatan yang paling indah dan mengharukan".


Kemarin lalu, saya bertakziah mengunjungi salah seorang kerabat yang sepuh. Umurnya sudah 93 tahun. Beliau adalah veteran perang kemerdekaan, seorang pejuang yang shalih serta pekerja keras.

Kebiasaan beliau yang begitu hebat di usia yang memasuki 93 tahun ini, beliau tidak pernah meninggalkan shalat berjamaah di masjid untuk Maghrib, Isya dan Shubuh.

Qadarallah, beliau mulai menua dan tidak mampu bangun dari tempat tidurnya sejak dua bulan lalu. Sekarang beliau hanya terbaring di rumah dengan ditemani anak-anak beliau.

Kesadarannya mulai menghilang. Beliau mulai hidup di fase antara dunia nyata dan impian. Sering menggigau dan berkata dalam tidur, kesehariannya dihabiskan dalam kondisi tidur dan kepayahan.

Anak-anak beliau diajari dengan cukup baik oleh sang ayah. Mereka terjaga ibadahnya, berpenghasilan lumayan, dan akrab serta dekat. Ketika sang ayah sakit, mereka pun bergantian menjaganya demi berbakti kepada orangtua.

Namun ada beberapa kisah yang mengiris hati; kejadian jujur dan polos yang terjadi dan saya tuturkan kembali agar kita bisa mengambil ibrah.

Terkisah, suatu hari di malam lebaran, sang ayah dibawa ke rumah sakit karena menderita sesak nafas. Malam itu, sang anak yang kerja di luar kota dan baru saja sampai bersikeras menjaga sang ayah di kamar sendirian. Beliau duduk di bangku sebelah ranjang. Tengah malam, beliau dikejutkan dengan pertanyaan sang ayah,

"Apa kabar, pak Rahman ? Mengapa beliau tidak mengunjungi saya yang sedang sakit?" tanya sang ayah dalam igauannya.

Sang anak menjawab, "Pak Rahman sakit juga, Ayah. Beliau tidak mampu bangun dari tidurnya." Dia mengenal Pak Rahman sebagai salah seorang jamaah tetap di masjid.

"Oh...lalu, kamu siapa? Anak Pak Rahman, ya?" tanya ayahnya kembali.

"Bukan, Ayah. Ini saya, Zaid, anak ayah ke tiga."

"Ah, mana mungkin engkau Zaid ? Zaid itu sibuk! Saya bayar pun, dia tidak mungkin mau menunggu saya di sini. Dalam pikirannya, kehadirannya cukup digantikan dengan uang," ucap sang ayah masih dalam keadaan setengah sadar.

Sang anak tidak dapat berkata apa-apa lagi. Air mata menetes dan emosinya terguncang. Zaid sejatinya adalah seorang anak yang begitu peduli dengan orangtua. Sayangnya, beliau kerja di luar kota. Jadi, bila dalam keadaan sakit yang tidak begitu berat, biasanya dia menunda kepulangan dan memilih membantu dengan mengirimkan dana saja kepada ibunya. Paling yang bisa dilakukan adalah menelepon ibu dan ayah serta menanyakan kabarnya. Tidak pernah disangka, keputusannya itu menimbulkan bekas dalam hati sang ayah.

Kali yang lain, sang ayah di tengah malam batuk-batuk hebat. Sang anak berusaha membantu sang ayah dengan mengoleskan minyak angin di dadanya sembari memijit lembut. Namun, dengan segera, tangan sang anak ditepis.

"Ini bukan tangan istriku. Mana istriku?" tanya sang ayah.

"Ini kami, Yah. Anakmu." jawab anak-anak.

"Tangan kalian kasar dan keras. Pindahkan tangan kalian! Mana ibu kalian? Biarkan ibu berada di sampingku. Kalian selesaikan saja kesibukan kalian seperti yang lalu-lalu."

Dua bulan yang lalu, sebelum ayah jatuh sakit, tidak pernah sekalipun ayah mengeluh dan berkata seperti itu.

Bila sang anak ditanyakan kapan pulang dan sang anak berkata sibuk dengan pekerjaannya, sang ayah hanya menjawab dengan jawaban yang sama.

"Pulanglah kapan engkau tidak sibuk."

Lalu, beliau melakukan aktivitas seperti biasa lagi. Bekerja, shalat berjamaah, pergi ke pasar, bersepeda. Sendiri. Benar-benar sendiri.

Mungkin beliau kesepian, puluhan tahun lamanya. Namun, beliau tidak mau mengakuinya di depan anak-anaknya.

Mungkin beliau butuh hiburan dan canda tawa yang akrab selayak dulu, namun sang anak mulai tumbuh dewasa dan sibuk dengan keluarganya.

Mungkin beliau ingin menggenggam tangan seorang bocah kecil yang dipangkunya dulu, 50-60 tahun lalu sembari dibawa kepasar untuk sekadar dibelikan kerupuk dan kembali pulang dengan senyum lebar karena hadiah kerupuk tersebut.

Namun, bocah itu sekarang telah menjelma menjadi seorang pengusaha, guru, karyawan perusahaan; yang seolah tidak pernah merasa senang bila diajak oleh beliau ke pasar selayak dulu.

Bocah-bocah yang sering berkata, "Saya sibuk...saya sibuk. Anak saya begini, istri saya begini, pekerjaan saya begini." Lalu berharap sang ayah berkata, "Baiklah, ayah mengerti."

Kemarin siang, saya sempat meneteskan air mata ketika mendengar penuturan dari sang anak. Karena mungkin saya seperti sang anak tersebut; merasa sudah memberi perhatian lebih, sudah menjadi anak yang berbakti, membanggakan orangtua, namun siapa yang menyangka semua rasa itu ternyata tidak sesuai dengan prasangka orangtua kita yang paling jujur.

Maka sudah seharusnya, kita, ya kita ini, yang sudah menikah, berkeluarga, memiliki anak, mampu melihat ayah dan ibu kita bukan sebagai sosok yang hanya butuh dibantu dengan sejumlah uang. Karena bila itu yang kita pikirkan, apa beda ayah dan ibu kita dengan karyawan perusahaan?

Bukan juga sebagai sosok yang hanya butuh diberikan baju baru dan dikunjungi setahun dua kali, karena bila itu yang kita pikirkan, apa bedanya ayah dan ibu kita dengan panitia shalat Idul Fitri dan Idul 'Adha yang kita temui setahun dua kali ?

Wahai yang arif, yang budiman, yang penyayang dan begitu lembut hatinya dengan cinta kepada anak-anak dan keluarga, lihat dan pandangilah ibu dan ayahmu di hari tua.

Pandangi mereka dengan pandangan kanak-kanak kita. Buang jabatan dan gelar serta pekerjaan kita. Orangtua tidak mencintai kita karena itu semua.

Tatapilah mereka kembali dengan tatapan seorang anak yang dulu selalu bertanya dipagi hari, "Ke mana Ayah, Bu? Ke mana ibu, Ayah?"

Lalu menangis kencang setiap kali ditinggalkan oleh kedua orangtuanya.

Wahai yang menangis kencang ketika kecil karena takut ditinggalkan ayah dan ibu, apakah engkau tidak melihat dan peduli dengan tangisan kencang di hati ayah dan ibu kita karena kita telah meninggalkan beliau bertahun-tahun dan hanya berkunjung setahun dua kali ?

Sadarlah wahai jiwa-jiwa yang terlupa akan kasih sayang orangtua kita. Karena boleh jadi, ayah dan ibu kita, benar-benar telah menahan kerinduan puluhan tahun kepada sosok jiwa kanak-kanak kita; yang selalu berharap berjumpa dengan beliau tanpa jeda, tanpa alasan sibuk kerja, tanpa alasan tiada waktu karena mengejar prestasi.

Bersiaplah dari sekarang, agar kelak, ketika sang ayah dan ibu berkata jujur tentang kita dalam igauannya, beliau mengakui, kita memang layak menjadi jiwa yang diharapkan kedatangannya kapan pun juga.

Semoga bisa menjadi bahan renungan bagi kita semua.

Semoga bermanfaat dan Salam Ukhuwah

Kisah oleh Hilman Rosyad Syihab, kami ambil dari sebuah group LDK di WA, semoga bisa menginspirasi....

Wednesday, 19 November 2014



Kisah ini di kirim oleh Mahasiswa asal Indonesia yang bemukim di Jerman, demikian layak untuk dibaca dan direnungkan.

Saya adalah ibu dari tiga orang anak dan baru saja menyelesaikan kuliah saya. Kelas terakhir yang harus saya ambil adalah Sosiologi. Sang Dosen sangat inspiratif, dengan kualitas yang saya harapkan setiap orang memilikinya.

Tugas terakhir yang diberikan ke para siswanya diberi nama "Smiling". Seluruh siswa diminta untuk pergi ke luar dan memberikan senyumnya kepada tiga orang asing yang ditemuinya dan mendokumentasikan reaksi mereka. Setelah itu setiap siswa diminta untuk mempresentasikan didepan kelas. Saya adalah seorang yang periang, mudah bersahabat dan selalu tersenyum pada setiap orang. Jadi, saya pikir,tugas ini sangatlah mudah. Setelah menerima tugas tersebut, saya bergegas menemui suami saya dan anak bungsu saya yang menunggu di taman di halaman kampus, untuk pergi kerestoran McDonald's yang berada disekitar kampus.

Pagi itu udaranya sangat dingin dan kering. Sewaktu suami saya akan masuk dalam antrian, saya menyela dan meminta agar dia saja yang menemani si bungsu sambil mencari tempat duduk yang masih kosong. Ketika saya sedang dalam antrian, menunggu untuk dilayani, mendadak setiap orang di sekitar kami bergerak menyingkir, dan bahkan orang yang semula antri dibelakang saya ikut menyingkir keluar dari antrian. Suatu perasaan panik menguasai diri saya, ketika berbalik dan melihat mengapa mereka semua pada menyingkir ? Saat berbalik itulah saya membaui suatu "bau badan kotor" yang cukup menyengat, ternyata tepat di belakang saya, berdiri dua orang lelaki tunawisma yang sangat dekil!

Saya bingung, dan tidak mampu bergerak sama sekali. Ketika saya menunduk, tanpa
sengaja mata saya menatap laki-laki yang lebih pendek, yang berdiri lebih dekat dengan saya, dan ia sedang "tersenyum" kearah saya. Lelaki ini bermata biru, sorot matanya tajam, tapi juga memancarkan kasih sayang. Ia menatap kearah saya, seolah ia meminta agar saya dapat menerima 'kehadirannya' ditempat itu. Ia menyapa "Good day" sambil tetap tersenyum dan sembari menghitung beberapa koin yang disiapkan untuk
membayar makanan yang akan dipesan. Secara spontan saya membalas senyumnya, dan seketika teringat oleh saya 'tugas' yang diberikan oleh dosen. Lelaki kedua sedang memainkan tangannya dengan gerakan aneh berdiri di belakang temannya. Saya segera menyadari bahwa lelaki kedua itu menderita defisiensi mental, dan lelaki dengan mata biru itu adalah "penolong"nya.

Saya merasa sangat prihatin setelah mengetahui bahwa ternyata dalam antrian itu kini hanya tinggal saya bersama mereka,dan kami bertiga tiba-tiba saja sudah sampai didepan counter. Ketika wanita muda di
counter menanyakan kepada saya apa yang ingin saya pesan, saya persilahkan kedua lelaki ini untuk memesan duluan. Lelaki bermata biru segera memesan "Kopi saja, satu cangkir Nona."

Ternyata dari koin yang terkumpul hanya itulah yang mampu dibeli oleh mereka (sudah menjadi aturan direstoran disini, jika ingin duduk di dalam restoran dan menghangatkan tubuh, maka orang harus membeli sesuatu). Dan tampaknya kedua orang ini hanya ingin menghangatkan badan.

Tiba-tiba saja saya diserang oleh rasa iba yang membuat saya sempat terpaku beberapa saat, sambil mata saya mengikuti langkah mereka mencari tempat duduk yang jauh terpisah dari tamu-tamu lainnya, yang hampir semuanya sedang mengamati mereka. Pada saat yang bersamaan, saya baru menyadari bahwa saat itu semua mata di restoran itu juga sedang tertuju ke diri saya, dan pasti juga melihat semua 'tindakan' saya.

Saya baru tersadar setelah petugas di counter itu menyapa saya untuk ketiga kalinya menanyakan apa yang ingin saya pesan. Saya tersenyum dan minta diberikan dua paket makan pagi (diluar pesanan saya) dalam nampan terpisah.

Setelah membayar semua pesanan, saya minta bantuan petugas lain yang ada di counter itu untuk mengantarkan nampan pesanan saya ke meja tempat duduk suami dan anak saya. Sementara saya membawa nampan lainnya berjalan melingkari sudut kearah meja yang telah dipilih kedua lelaki itu untuk beristirahat. Saya letakkan nampan berisi makanan itu di atas mejanya, dan meletakkan tangan saya di atas
punggung telapak tangan dingin lelaki bemata biru itu, sambil saya berucap "makanan ini telah saya pesan untuk kalian berdua."

Kembali mata biru itu menatap dalam kearah saya, kini mata itu mulai basah berkaca-kaca dan dia hanya mampu berkata "Terima kasih banyak, nyonya."

Saya mencoba tetap menguasai diri saya, sambil menepuk bahunya saya berkata "Sesungguhnya bukan saya
yang melakukan ini untuk kalian, Tuhan juga berada di sekitar sini dan telah membisikkan sesuatu ketelinga saya untuk menyampaikan makanan ini kepada kalian."

Mendengar ucapan saya, si Mata Biru tidak kuasa menahan haru dan memeluk lelaki kedua sambil terisak- isak. Saat itu ingin sekali saya merengkuh kedua lelaki itu. Saya sudah tidak dapat menahan tangis ketika saya berjalan meninggalkan mereka dan bergabung dengan suami dan anak saya, yang tidak jauh dari tempat duduk mereka.

Ketika saya duduk suami saya mencoba meredakan tangis saya sambil tersenyum dan berkata
"Sekarang saya tahu, kenapa Tuhan mengirimkan dirimu menjadi istriku, yang pasti, untuk memberikan 'keteduhan' bagi diriku dan anak-anakku! "

Kami saling berpegangan tangan beberapa saat dan saat itu kami benar-benar bersyukur dan menyadari,bahwa hanya karena 'bisikanNYA' lah kami telah mampu memanfaatkan 'kesempatan' untuk dapat berbuat sesuatu bagi orang lain yang sedang sangat membutuhkan. Ketika kami sedang menyantap makanan, dimulai dari tamu yang akan meninggalkan restoran dan disusul oleh beberapa tamu lainnya, mereka satu persatu menghampiri meja kami, untuk sekedar ingin 'berjabat tangan' dengan kami.

Salah satu diantaranya, seorang bapak, memegangi tangan saya, dan berucap "Tanganmu ini telah memberikan pelajaran yang mahal bagi kami semua yang berada disini, jika suatu saat saya diberi kesempatan olehNYA, saya akan lakukan seperti yang telah kamu contohkan tadi kepada kami."

Saya hanya bisa berucap "terimakasih" sambil tersenyum. Sebelum beranjak meninggalkan restoran, saya sempatkan untuk melihat kearah kedua lelaki itu, dan seolah ada 'magnit' yang menghubungkan bathin kami, mereka langsung menoleh kearah kami sambil tersenyum, lalu melambai-lambaikkan tangannya kearah kami.

Dalam perjalanan pulang saya merenungkan kembali apa yang telah saya lakukan terhadap kedua orang tunawisma tadi, itu benar-benar 'tindakan' yang tidak pernah terpikir oleh saya. Pengalaman hari itu menunjukkan kepada saya betapa 'kasih sayang' Tuhan itu sangat HANGAT dan INDAH sekali!

Saya kembali ke kampus, pada hari terakhir kuliah dengan 'cerita' ini ditangan saya. Saya menyerahkan 'paper' saya kepada dosen. Dan keesokan harinya, sebelum memulai kuliahnya saya dipanggil dosen ke depan kelas, ia melihat kepada saya dan berkata, "Bolehkah saya membagikan ceritamu ini kepada
yang lain?" dengan senang hati saya mengiyakan.

Ketika akan memulai kuliahnya dia meminta perhatian dari kelas untuk membacakan paper saya. Ia mulai membaca, para siswapun mendengarkan dengan seksama cerita sang dosen, dan ruangan kuliah menjadi sunyi. Dengan cara dan gaya yang dimiliki sang dosen dalam membawakan ceritanya membuat para siswa yang hadir di ruang kuliah itu seolah ikut melihat bagaimana sesungguhnya kejadian itu berlangsung, sehingga para siswi yang duduk di deretan belakang didekat saya diantaranya datang memeluk saya untuk mengungkapkan perasaan harunya.

Diakhir pembacaan paper tersebut, sang dosen sengaja menutup ceritanya dengan mengutip salah satu kalimat yang saya tulis diakhir paper.
"Tersenyumlah dengan 'HATImu', dan kau akan mengetahui betapa 'dahsyat' dampak yang ditimbulkan oleh senyummu itu."

Dengan caraNYA sendiri, Tuhan telah 'menggunakan' diri saya untuk menyentuh orang-orang yang ada di McDonald's, suamiku, anakku, guruku, dan setiap siswa yang menghadiri kuliah di malam terakhir saya sebagai mahasiswi. Saya lulus dengan 1 pelajaran terbesar yang tidak pernah saya dapatkan di bangku kuliah manapun, yaitu: "PENERIMAAN TANPA SYARAT”.

Banyak cerita tentang kasih sayang yang ditulis untuk bisa diresapi oleh para pembacanya, namun bagi siapa saja yang sempat membaca dan memaknai cerita ini diharapkan dapat mengambil pelajaran bagaimana cara mencintai sesama dengan memanfaatkan sedikit harta-benda yang kita miliki, dan bukannya mencintai harta-benda yang bukan milik kita, dengan memanfaatkan sesama.

Jika anda berpikir bahwa cerita ini telah menyentuh hati anda, teruskan cerita ini kepada orang-orang terdekat anda, agar setidaknya orang yang membaca cerita ini akan tergerak hatinya untuk bisa berbuat sesuatu (sekecil apapun) bagi sesama yang sedang membutuhkan uluran tangannya.

Ayat Al'quran & Terjemah

Temukan kami


Popular Posts

pengunjung

Flag Counter