Di Kota Madinah yang penuh keberkahan itu
datanglah seorang tamu kepada Rasulullah Saw yang mulia. Rupanya, sang
tamu belum mengonsumsi apa pun. Maka, mereka meminta makanan kepada sang
Nabi. Beliau yang terkenal dengan akhlaknya dalam memuliakan tamu pun
bertanya kepada salah seorang istrinya, “Apakah ada makanan untuk tamu
kita?”
Rupanya, istri yang pertama ditanya tak
memiliki apa pun untuk dihidangkan. Maka, Nabi Saw bertanya kepada istri
beliau yang lain. Ternyata nihil, hasilnya sama. Keluarga Rabbani itu
tak memiliki stok makanan untuk menjamu tamunya.
Maka sang Nabi pun menuju masjid dan
berkata kepada sahabat-sahabatnya. Beliau menginformasikan adanya tamu
yang butuh jamuan kemudian menawarkan siapakah yang mau menjamu mereka.
Bersemangat menyambut tawaran sang Nabi
untuk menjamu tamu, ada seorang sahabat yang ajukan dirinya. Ia
menyatakan kesanggupannya. Lantas, pulanglah ia ke rumah untuk bertanya
kepada sang istri. Sang istri menjawab, “Ada makanan, Suamiku. Tapi, itu
jatah untuk anak-anak kita.”
Sang sahabat pun memutar otaknya. Mencari
cara bagaimana supaya bisa tetap menjamu tamu-tamu Rasulullah Saw.
Berkesempatan menjamu tamu Nabi adalah keberkahan yang berlimpah.
Maka disepakatilah dengan sang istri.
Anak-anaknya harus ditidurkan terlebih dahulu. Setelah nyenyak, barulah
mereka persilakan tamunya untuk menikmati sajian yang telah disediakan.
Sebagai sebuah strategi juga, jamuan
makan yang diberikan di malam hari itu, oleh sahabat tersebut disiasati
dengan mematikan lampu. Jadi, suami istri itu tetap menemani makan meski
hanya berpura-pura makan sebab jumlah makanannya tidak mencukupi.
Maka malam itu, puaslah sang tamu dengan
jamuan makan seorang sahabat Anshar ini. Padahal, ia, istri dan
anak-anaknya harus menahan lapar demi memuliakan tamu. Sahabat Anshar
ini menyadari bahwa memuliakan tamu adalah bagian dari ajaran Islam yang
mulia dan menjadi salah satu parameter keimanan seorang hamba kepada
Allah Ta’ala dan Hari Akhir.
Keesokan harinya, Nabi menghampiri
sahabat tersebut sambil tersenyum. Beliau berkata, “Allah Ta’ala pun
takjub karena perbuatan kalian berdua.”
Duhai bahagianya, amal sang sahabat langsung mendapatkan penilaian Allah Ta’ala melalui lisan Nabi-Nya yang mulia.sumber:kisahikmah.com
0 comments:
Post a Comment